Riset UNS Solo: Mental & Finansial Jadi Masalah Krusial Pekerja Migran Indonesia – Espos.id

Riset UNS Solo: Mental & Finansial Jadi Masalah Krusial Pekerja Migran Indonesia – Espos.id


Riset UNS Solo: Mental & Finansial Jadi Masalah Krusial Pekerja Migran Indonesia

ESPOS.ID – Peserta mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Tower UNS, Solo, Senin (14/4/2025). (Solopos/Dhima Wahyu Sejati)

Esposin, SOLO — Hasil riset tim peneliti Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo mengungkapkan mental dan literasi keuangan atau finansial menjadi masalah yang dihadapi kebanyakan pekerja migran Indonesia (PMI) selama bekerja di luar negeri.

Temuan hasil riset tersebut dipaparkan tim peneliti UNS Solo dalam Focus Group Discussion (FGD) Perlindungan Pekerja Migran di Tower UNS, Kentingan, Solo, Senin (14/4/2025). Riset dilakukan dalam program pengabdian masyarakat internasional di Taiwan pada 2024.


Lewat UMKM EXPO(RT), BRI Bantu UMKM Aksesori Ini Dapatkan Akses Pasar Global

Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Internasional UNS Solo, Rino Ardhian Nugroho, mengungkapkan salah satu temuan krusial dalam riset adalah kondisi mental calon PMI di Taiwan. 

“Data kami menunjukkan dominasi angkanya sekitar 11,15%, mereka yang berangkat dalam kondisi pesimistis dan tidak percaya diri. Jadi, mereka sudah punya masalah mental dulu sebelum berangkat,” ujarnya. 

Hal ini membuat pekerja migran Indonesia di luar negeri mengalami culture shock karena ketidaksiapan menghadapi lingkungan baru. Selain itu, uang hasil kerja keras PMI di Taiwan seringkali habis digunakan oleh keluarga atau pihak lain yang dipercaya di Tanah Air.

Akibatnya, ketika PMI itu pulang ke Tanah Air tidak lagi memiliki modal untuk membuka usaha. “Kami tanya kepada PMI di Taiwan, itu terjadi. Mereka pulang, ingin berwirausaha, tapi uangnya sudah habis. Ketika kami lakukan pendampingan literasi keuangan di sana, yang tadinya mereka tidak paham, menjadi paham,” katanya.

Kegagalan mengelola keuangan ini menciptakan siklus di mana pekerja migran Indonesia terpaksa kembali bekerja di luar negeri karena tidak memiliki modal saat pulang, meskipun idealnya mereka bisa mandiri secara ekonomi setelah bekerja di luar negeri. 

Read This:  Cek Saldo Uang Elektronik: Mudah dan Cepat!

Menurut Rino, kebanyakan PMI berlatar belakang pendidikan SMP. Dia menggarisbawahi perlunya intervensi serius dalam persiapan mental dan pengelolaan finansial bagi calon maupun PMI yang sedang bekerja.

Sehingga, dia menyimpulkan, sebelum keberangkatan harus ada pembekalan, tidak hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga penguatan mental dan pemahaman mendalam mengenai manajemen keuangan pribadi agar cita-cita kemandirian ekonomi setelah bekerja di luar negeri dapat terwujud.

Sementara itu, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, yang hadir pada FGD tersebut, mengatakan temuannya sejalan dengan kondisi di lapangan. Dia menyebut memang ada kendala lain seperti penyerapan dari Balai Latihan Kerja (BLK) keluar negeri dinilai masih rendah karena tidak sesuai kebutuhan industri.

“Kami harus buat model-model [pelatihan] dulu. Jawa Tengah modelnya di sini [Solo atau UNS], nanti Jawa Barat di mana, Jawa Timur di mana,” ujarnya. Guna mendukung model tersebut, menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Pertama, mengadopsi langsung kurikulum dan standar sertifikasi dari negara tujuan. 

Kedua, menciptakan ekosistem pelatihan yang tidak hanya fokus pada skill teknis, tetapi juga penguatan mental dan literasi keuangan. Ketiga, mengembangkan modul pelatihan yang spesifik per jabatan dan negara tujuan.

“Mental ini penting. Kami juga harus melengkapi dengan kurikulum tambahan seperti kebangsaan,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

Source link